Spiga

Sabtu, 24 Januari 2009

Mari Berfilsafat (Bagian 7) "Gambaran Mitologi Dunia" 1

Yang dimaksud dengan filsafat adalah cara berpikir yang sama sekali baru yang berkembang di Yunani enam ratus tahun sebelum kelahiran Kristus. Hingga masa itu semua pertanyaan yang diajukan oleh manusia dijawab oleh berbagai agama. Penjelasan-penjelasan agama ini disampaikan dari generasi ke generasi dalam bentuk mitos. Mitos adalah sebuah cerita mengenai dewa-dewa untuk mejelaskan mengepa kehidupan berjalan seperti adanya.

Selama ribuan tahun banyak sekali penjelasan mitologi bagi pertanyaan-pertanyaan filsafat yang tersebar ke seluruh dunia. Para filsof Yunani berusaha untuk membuktikan bahwa penjelasan-penjelasan ini tidak boleh dipercaya.


Untuk memahami cara berpikir filosof awal ini, kita harus paham dulu bagaimana rasanya memiliki suatu lukisan mitologis tentang dunia. Kita dapat mengambil contoh beberapa mitos Skandinavia.

Kita mungkin pernah mendengar cerita tentang thor dan palunya. Sebelum agama Kristen masuk ke Norwegia, orang-orang perbcaya bahwa Thor mengendarai sebuah kereta yang ditarik dua ekor kambing melintasi angkasa. Ketika dia mengayunkan palunya akan terdengar guntur dan halilintar. Kata “guntur” dalam bahasa Norwegia “Thor don” berarti raungan Thor. Dalam bahasa swedia, kata untuk guntur adalah “aska” yang berarti “perjalanan dewa” di atas lapisan-lapisan langit.

Jika ada guntur dan halilintar pasti ada hujan, yang sangat penting bagi para petani Viking. Maka Thor dipuja sebagai dewa kesuburan.

Penjelasan mitologi untuk hujan karenanya adalah bahwa Thor sedang mangayunkan palunya. Dan jika hujan turun maka jagung berkecambah dan tumbuh subur di lading.

Bagaimana tanaman-tanaman di ladang dapat tumbuh dan menghasilkan panen tidaklah dipahami. Tapi jelas itu dikaitkan dengan hujan. Dan karena setiap orang percaya bahwa setiap hujan ada hubungannya dengan Thor, maka dia menjadi salah satu dewa paling penting di wilayah Skandinavia.

Masih ada alasan lain mengapa Thor dianggap penting, suatu alasan berkaitan dengan tata dunia.

Orang-orang Viking percaya bahwa dunia yang dihuni itu merupakan sebuah pulau yang selalu terancam bahaya dari luar. Mereka menyebut bagian dunia ini midgard, yang berarti kerajaan di tengah. Di dalam Migard terletak Asgard, tempat bersemayam para dewa.

Di luar Midgard adalah kerajaan Utgard, tempat tinggal para raksasa yang curang, yang melakukan segala tipuan keji untuk menghancurkan dunia. Monster-monster jahat seperti ini sering dianggap sebagai “pasukan pengacau.” Bukan hanya dalam mitologi Skandinavia melainkan juga hamper dalam semua kebudayaan lain, orang-orang mendapati bahwa ada suatu keseimbangan yang rawan antara kekuatan baik dan kekuatan jahat.

Salah satu cara yang digunakan para raksasa untuk menghancurkan Midgard adalah dengan menculik Freyja, dewi kesuburan. Jika mereka dapat melakukan ini, tidak ada yang dapat tumbuh di ladang dan para wanita tidak dapat lagi mempunyai anak. Maka penting sekali untuk mencegah usaha para raksasa ini.

Thor adalah tokoh utama dalam pertempuran melawan para raksasa. Palunya bukan hanya digunakan untuk membuat hujan, tetapi juga merupakan senjata yang menentukan dalam pertempuran melawan kekuatan pengacau yang berbahaya. Palu itu memerikan Thor kemampuan yang hamper tanpa batas. Misalnya, dia dapat melemparkannya kearah raksasa itu dan membunuh mereka. Dan dia tak perlu khawatir palu itu hilang sebab ia selalu kembali kepadanya, persis seperti boomerang.

Inilah penjelasan mitologi bagaimana keseimbangan alam dipertahankan dan mengapa selalu terjadi pertempuran antara kebaikan dan kejahatan. Dan inilah tepatnya penjelasan yang ditentang oleh para filosof.

Namun ini bukan masalah penjelasan semata.
Manusia tidak dapat hanya duduk termangu dan menunggu para dewa turun tangan sementara bencana seperti kekeringan atau wabah melanda. Mereka harus bertindak sendiri dalam perjuangan melawan kejahatan. Ini mereka lakukan dengan menjalankan bebagai upacara agama, atau ritus.

Kamis, 01 Januari 2009

Mari Berfilsafat (Bagian 6) "Kejadian Aneh"

Bagaimana temen-temen tentang bab sebelumnya…, menarik kah? Menarik atau tidak, kita akan lanjut ke bab berikutnya OK!.

Suatu pagi, ibu, ayah, dan Thomas kecil, yang berusia dua atau tiga tahun, sedang sarapan di dapur. Tak lama kemudian ibu bangkit dan pergi ke bak cuci, dan ayah…. ya, ayah terbang dan melayang berputar-putar di langit-langit sementara Thomas duduk menonton, coba bayankan Thomas hanya mengatakan “Ayah terbang!” Thomas tentu saja terkejut (karena memang dia sering terkejut). Ayah melakukan begitu banyak hal aneh sehingga masalah terbang di atas meja sarapan itu tidak ada bedanya baginya.



Kini giliran ibu. Dia mendengar apa yang dikatakan Thomas dan berbalik dengan tiba-tiba. Tahukah kalian bagaimana reaksinya melihat ayah melayang-layang dengan acuh di atas meja dapur?

Dia menjatuhkan toples selai di atas lantai dan menjerit ketakutan. Dia bahkan mungkin memerlukan perawatan medis begitu ayah kembali duduk dengan hormat ke kursinya. Menurut kalian mengapa Thomas dan ibunya bereaksi dengan cara begitu berbeda?

Semuanya ada hubungannya dengan kebiasaan. Ibu sudah tahu bahwa orang tidak dapat terbang. Thomas belum. Dia belum yakin apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan di dunia ini.

Tapi bagaimanakah dengan dunia itu sendiri? Apakah kalian kira ia dapat melakukan apa yang dilakukannya? Dunia juga melayang-layang di angkasa.

Sedihnya, bukan hanya kekuatan gaya berat sajalah yang terbiasa kita rasakan ketika kita tumbuh. Dunia itu sendiri dengan serta merta menjadi kebiasaan. Tampaknya seakan-akan dalam proses pertumbuhan kita kehilangan kemampuan untuk bertanya tentang dunia. Dan dengan berlaku demikian, kita kehilangan sesuatu yang sangat penting, sesuatu yang oleh para filosof diusahakan untuk dipulihkan. Sebab disuatu tempat dalam diri kita sendiri, ada sesuatu yang mengatakan pada kita bahwa kehidupan merupakan suatu misteri yang sangat besar. Inilah sesuatu yang pernah kita alami, jauh sebelum kita belajar untuk memikirkan itu.

Meskipun pertanyaan-pertanyaan filosofis itu mengganggu benak kita semua, tidak semua kita menjadi filosof. Karena berbagai alas an, kebanyakan orang disibukan dengan permasalahan sehari-hari sehingga keheranan mereka terhadap dunia tersuruk kebelakang. (Mereka merayap jauh ke dalam bulu-bulu kelinci, meringkuk dengan nyaman, dan tinggal di sana sepanjang hidup mereka)

Bagi anak-anak, dunia dan segala sesuatu di dalamnya itu baru, sesuatu yang membangkitkan keheranan mereka. Tidak demikian halnya bagi orang-orang dewasa. Kebanyakan orang dewasa menerima dunia sebagai sesuatu yang sudah selayaknya demikian.

Di sinilah tepatnya para filsof itu menjadi tokoh istimewa. Seorang filosof tidak pernah merasa terbiasa dengan dunia. Baginya, dunia selalu tampak sedikit tidak masuk akal dan membingungkan, bahkan penuh teka-teki. Para filosof dan anak-anak kecil karenanya sama-sama memiliki indra yang penting. Kalian boleh mengatakan bahwa sepanjang hidupnya seorang filosof selalu menjadi seorang anak yang peka.

Maka kini kita harus memilih. Apakah kalian seorang filosof yang mau bersumpah tidak akan pernah menjadi begitu?

Jika kalian hanya menggelengkan kepala, tidak mengakui diri kalian sebagai seorang anak ataupun seorang filosof, maka kalian telah menjadi begitu terbiasa dengan dunia sehingga dunia itu tidak lagi mengherankan. Waspadalah! Kalian berada diatas lapisan es yang tipis. Dan inilah mengapa sebabnya kenapa kita belajar filsafat. Kita semua tidak ingin berjajar bersama mereka yang apatis dan acuh tak acuh. Saya hanya ingin kita semua selalu merasa ingin tahu.

Selasa, 30 Desember 2008

Mari Berfilsafat (Bagian 5) "Makhluk yang aneh"

Sekali lagi aku katakan bahwa satu-satunya yang kita butuhkan untuk menjadi seorang filosof yang baik adalah rasa ingin tahu!

Bayi-bayi mempunyai rasa ini. Itu tidak mengherankan. Setelah beberapa bulan di dalam rahim mereka keluar dan menghadapi suatu realitas yang sama sekali baru. Tapi sementara mereka bertambah besar rasa ingin tahu itu tampaknya berkurang. Mengapa begini? Tahukah kamu?


Jika seorang bayi yang baru lahir dapat berbicara, ia mungkin akan mengatakan seuatu tentang dunia luar biasa yang dimasukinya. Kita melihat bagaimana dia melihat berkeliling dan meraih apa saja yang dilihatnya dengan penuh rasa ingin tahu.

Ketika kata-kata mulai dapat di ucapkannya, anak itu akan menatap dan mengatakan “Guk-guk” setiap kali dia melihat seekor anjing. Ia melompat-lompat di dalam kereta dorongnya, melambai-lambaikan tangannya: “Guk-guk! Guk-guk! Kita yang lebih tua dan lebih tahu biasanya merasa agak kecapaian melihat semangat si anak. “Baiklah, baiklah, itu guk-guk,” kita bilang, tidak terkesan. “Ayo, duduklah yang manis.” Kita tidak terpesona. Kita sudah pernah melihat seekor anjing sebelumnya.

Pemandangan yang menggambarkan kegembiraan hatinya itu mungkin akan berulang ratusan kali sebelum si anak belajar untuk melewati seekor anjing tanpa menjadi rebut. Atau seekor gajah, atau seekor angsa. Namun jauh sebelun anak itu belajar berbicara dengan benar, dan jauh sebelun ia belajar untuk berpikir secara filosofis, dunia pasti menjadi sesuatu yang biasa baginya.

Tentu saja jangan tanya pendapatku.
Dalam tulisan ini saya hanya ingin kita tidak tumbuh menjadi salah seorang dari mereka yang menganggap dunia begini karena sudah seharusnya begitu. Sekedar untuk memastikan saja, kita akan melakukan beberapa eksperimen dalam pikiran sebelum kita mulai dengan pelajaran itu sendiri.

Bayangkan bahwa suatu hari kita keluar untuk berjalan-jalan di hutan. Tiba-tiba kita melihat sebuah pesawat ruang angkasa kecil di atas jalan di depan kita. Seorang Mars mungil memanjat keluar dari pesawat ruang angkasa itu dan berdiri di atas tanah sambil memandang kita…

Apa yang akan kita pikirkan? Pernahkah terlintas dalam benak kita tentang kenyataan bahwa sesungguhnya kita sendirilah si orang Mars itu?

Memang sangat mustahil bahwa kita akan pernah bertemu dengan seorang makhluk dari planet lain. Kita bahkan tidak tahu apakah ada kehidupan di planet-planet lain. Tapi kita mungkin akan menemukan diri kita sendiri pada suatu hari nanti. Kita mungkin akan berhenti dengan tiba-tiba dan memandang diri kita sendiri dengan suatu kesadaran yang sama sekali baru.

Nah itu tentu saja belum selesai, kisah dan contohnya kita sambung di tulisan berikutnya OK…. Selamat berpikir…

Sabtu, 27 Desember 2008

Mari Berfilsafat (Bagian 4) "Mencari Sesuatu"

Nah gimana “Mari Berfilsafat (bagian3)” seru kan…, Ok kita berlanjut lagi…

Pencarian kebenaran yang dilakukan oleh para filosof menyerupai sebuah cerita detektif. Sebagian orang berpendapat Budi adalah pembunuhnya, sementara menurut orang lain Dhani atau Tiara. Polisi kadang-kadang mampu memecahkah suatu kasus pembunuhan sungguhan. Namun kemudian pula meraka tidak pernah sampai ka dasarnya, meskipun ada pemecahan di suatu tempat. Maka meskipun sulit untuk menjawab suatu pertanyaan, barang kali ada satu dan hanya satu jawaban yang tepat. Entah itu adanya semacam eksistensi setelah kematian atau tidak ada.


Banyak teka-teki kuno yang kini telah berhasil dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Seperti apa sisi gelap bulan itu sebelumnya pernah terselubungi misteri. Dulu, itu bukanlah suatu yang dapat dipecahkan lewat diskusi, melainkan diserahkan pada imajinasi setiap individu. Tetapi kini kita tahu dengan tepat seperti apa sisi gelap bulan itu, dan tak seorang pun masih “percaya” pada Manusia di Bulan, atau bahwa bulan itu terbuat dari keju.

Seorang filsuf Yunani yang hidup lebih dari dua ratus tahun yang lalu percaya bahwa awal mula filsafat adalah rasa ingin tahu manusia. Manusia menganggap betapa menakjubkannya hidup itu sehingga pertanyaan-pertanyaan filosofis pun muncul dengan sendirinya.

Seperti menonton tipuan sulap. Kita tidak mengerti bagaimana tipuan itu dilakukan. Maka kita bertanya : bagaimana pesulap itu mengubah sepasang selendang sutera putih menjadi seekor kelinci hidup?

Banyak orang menjalani pengalaman di dunia dengan ketidak percayaan yang sama seperti ketika seorang pesulap dengan tiba-tiba menarik seekor kelinci dari topinya padahal sebelumnya telah ditunjukan bahwa topi itu kosong.

Dalam kasus kelinci, kita tahu bahwa pesulap itu telah memperdaya kita. Yang ingin kita ketahui hanyalah bagaimana dia melakukannya. Tapi jika menyangkut dunia masalahnya agak berbeda. Kita tahu bahwa dunia bukanlah hasil sulapan tangan dan tipuan sebab kita berada disini di dalamnya, kita merupakan bagian darinya.sesungguhnya, kita adalah kelinci putih yang ditarik keluar dari topi. Satu-satunya perbedaan antara kita dan kelinci putih itu adalah bahwa kelinci tidak menyadari dirinya ikut ambil bagian dalam suatu tipuan sulap. Tidak seperti kita. Kita merasa kita adalah bagian dari suatu yang misterius dan ingin tahu bagaimana cara kerjanya.

NB : Sepanjang menyangkut kelinci putih, barang kali lebih baik kita membandingkannya dengan seluruh alam raya. Kita yang hidup disini adalah serangga-serangga mikrokopis yang hidup disela-sela bulu kelinci. Namun para filosof selalu berusaha untuk memanjat helaian lembut dari bulu binatang itu untuk dapat menatap langsung kemata si tukang sulap.

Gimana temen-temen…, masih menyimakkah…, ok “Mari Berfilsafat (bagian 4)” sampai disini…, sekali lagi coba kita pahami dan resapi dari bagian 1, insya allah ada Tess…..-nya…(kayak di iklan aja..) huhuhu…

Jumat, 26 Desember 2008

Mari Berfilsafat (Bagian 3) "Hal Yang Terpenting"

Ok kita lanjutkan perenungan kita… menurut temen-temen apakah hal yang terpenting dalam kehidupan? Jika kita bertanya kepada seseorang yang sedang kelaparan, jawabannya adalah makanan. Jika kita bertanya kepada orangyang sedang kedinginan, jawabannya adalah kehangatan. Jika kita ajukan pertanyaan yang sama kepada orang yang merasa kesepian dan terasing, jawabannya barangkali adalah ditemani orang lain.

Namun jika kebutuhan-kebutuhan dasar ini telah terpuaskan, masih adakah sesuatu yang dibutuhkan semua orang? Menurut orang bijak mereka menganggapnya masih ada. Mereka yakin bahwa manusia tidak dapat hidup dengan roti semata. Sudah pasti setiap orang membutuhkan makanan. Dan setiap orang membutuhkan cinta perhatian. Namun ada yang lain, terlepas dari itu semua yang dibutuhkan setiap orang, yaitu mengetahui siapakah kita dan mengapa kita disini.


Tertarik pada pernyataan mengapa kita kita berada disini bukanlah ketertarikan “sambil lalu” seperti melihat makanan. Orang-orang yang mengajukan pertanyaan semacam itu ikut serta dalam suatu perdebatan yang telah berlangsung selama manusia hidup di atas bumi ini. Bagaimana alam raya, bumi, dan kehidupan muncul merupakan suatu pertanyaan yang lebih besar dan lebih penting dari siapa yang memenangkan medali emas paling banyal dalam Olimpiade yang baru di selenggarakan kemarin.

Cara yang terbaik untuk mendekati filsafat adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan filosofis :

Bagaimana dunia diciptakan? Adakah kehendak atau makna di balik apa yang terjadi? Adakah kehiduan setelah kematian? Bagaimana kita dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini? Dan yang terpenting, bagaimana seharusnya hidup?. Orang-orang telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini selama berabad-abad. Kita tidak mengenal kebudayaan yang tidak mengaitkan diri dengan pertenyaan apakah manusia itu dan dari mana datangnya dunia.

Pada dasarnya tidak banyak pertanyaan filosofis yang harus diajukan. Ita sudah mengajukan sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang paling penting. Namun sejarah memberi kita banyak jawaban yang berbeda untuk setiap pertanyaan. Maka adalah lebih mudah untuk mengajukan pertanyaan filosofis daripada menjawabnya.

Sekarang pun setiap individu harus menemukan jawannya sendiri untuk pertanyaanpertanyaan yang sama. Kamu tidak akan tahu apakah ada tuhan atau apakah ada kehidupan setelah kematian dengan mencarinya di buku nsiklopedia. Buku ensiklopedia juga tidak akan memberitahu kita bagaimana sebaiknya kita hidup. Namun, membaca apa yang telah diyakini ornag lain dapat membantu kita untuk merumuskan sudut pandang kehidupan kita sendiri.

Nah sampai disini dulu pembehasan kita… nanti disambung lagi…OK…

Mari Berfilsafat (Bagian 2) "Apa Hobimu?"

Hallo temen2 kita ketemu lagi... Gimana dua pertanyaan sebelumnya sudah terjawab blom...?, OK kalo belum terjawab buat PR aja ya..., yups kita masuk kebagian berikutnya, jangan lupa tarik napas dalam-dalam.... lalu keluarkan dengan pelan...., nah kalo udah kita lanjutkan...

Pernahkah menyadari bahwa kita tidak dapat merasakan hidup tanpa menyadari bahwa kita nanti harus mati....?, atau mungkin sebagian dari kita pernah bertanya “mungkin saja angkasa itu selalu ada, karena itu dia tidak perlu mencari tau darimana ia berasal”. Tapi mungkinkah sesuatu itu selalu ada?. Tapi jika angkasa berasal dari sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pasti juga berasal dari sesuatu yang lain pula. Lalu apakah sesuatu pasti berasal dari ketiadaan?, namun apakah itu mungkin?, bukankah itu sama mustahilnya dengan gagasan bahwa dunia ini selalu ada?


Mungkin disekolah kita mendapatkan pelajaran bahwa Tuhan menciptakan dunia, tapi bagaimana dengan tuhan sendiri?, apakah dia menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan?. Meskipun Tuhan dapat menciptakan segala macam benda, dia tidak mungkin dapat menciptakan dirinya sendiri sebelum dia mempunyai “diri”.

Yang mana pun jawaban dari teka-teki di atas, tentu saja ini adalah masalah keyakinan bukan...

INGAT!!! Filsafat tidak selalu berbicara mengenai ketuhanan lho..., kalo itu kan urusan agama..., nah dalam tulisan ini kita tidak mau bersaing dengan agama OK...

Nah ternyata di dunia ini banyak orang yang mempunya hobi. Sebagian orang suka mengoleksi koin kuno atau perangko luar negeri, sebagian suka merajut, yang lain mengisi hampir seluruh waktu luangnya dengan bermain game.

Banyak orang yang senang membaca. Namun selera membaca itu berbeda-beda. Sebagian orang hanya membaca koran atau komik, sebagian senang membaca novel, sementara yang lain lebih menyukai buku tentang komunikasi, ensiklopedia, atau beberapa buku tentang memasak.

Jika kebetulan kamu tertarik pada koran atau buku, kamu tidak bisa memaksa orang lain untuk ikut menyukai kesenanganmu. Jika kamu suka menonton semua program berita olah raga di TV, kamu harus menyadari bahwa orang lain mungkin menganggap bahwa olah raga itu membosankan.

Tidak adakah sesuatu yang mengikat hati kita semua?, Tidak adakah sesuatu yang menyangkut kepentingan semua orang, tidak soal mereka atau dimana mereka tinggal di dunia ini?, tentu saja pasti ada masalah-masalah yang jelas akan menarik minat semua orang. Nah itulah masalah yang akan dibahas dalam tulisan berikutnya…...

Selasa, 23 Desember 2008

Mari Berfilsafat (bagian 1) "Siapa Kita?"

Wah… Tulisan sebelumnya berat-berat ya…?, maaf-maaf.., ok sekarang kita berlanjut ke pembahasan kita yang lebih ringan, eits…jangan lupa tapi seputar filsafat lho… Ok kita mulai…

Pernahkah kita semua bertanya “SIAP KITA?” nah kalo belum pernah menanyakan itu, coba sekarang kita tanyakan pada diri kita sendiri…, eits.. jangan lupa kalo bisa sambil bercermin OK!, biar punya Tes…


Nah kalo udah kita masuk ke tahap pertanyaan berikutnya>>>

“Darimana asalnya dunia…?”, jangan lupa kalo sempet sambil memandang alam atau langit saat malam hari…, lagi-lagi biar ada Tes… huhuhuhu….

Kalo udah… Ok jawabannya buat kamu sendiri lho…, ingat kalo ada yang pusing boleh ditanyakan disini…

Selamat Mencoba…